Friday, 24 May 2013

Prinsip Kerja Teropong Bintang

Teleskop menggunakan lensa untuk memfokuskan cahaya. Prinsipnya adalah pembiasan. Cahaya yang melewati sebuah medium yang memiliki indeks bias berbeda dengan udara akan dibelokkan (tuangkan air ke dalam mangkuk tembus pandang dan sinari air dengan lampu senter yang diarahkan miring terhadap permukaan air, Anda akan melihat sinar lampu senter tidak membentuk garis lurus, tapi membelok saat melewati air) atau dalam istilah fisika: dibiaskan. Pembiasan adalah terjemahan bahasa Inggris untuk refraction. Dengan demikian refraktor dapat diartikan sebagai pembias.
            Lensa bekerja dengan cara demikian, dan apabila bentuk permukaan medium yang dilewati cahaya tersebut melengkung sedemikian rupa, maka cahaya sejajar pada berbagai orientasi terhadap lensa dapat difokuskan menuju titik api. Lensa yang melengkung keluar seperti ini kita sebut lensa cembung atau lensa konveks. Sinar yang datang dari bintang atau objek-objek astronomi lainnya (karena benda-benda tersebut letaknya sangat jauh maka sinar yang mereka pancarkan dapat kita anggap sejajar) difokuskan oleh lensa yang disebut lensa objektif dan tiba pada titik api. Selanjutnya cahaya yang sudah difokuskan ini diperbesar oleh lensa cembung kedua yang disebut lensa okuler (inilah yang disebut eyepiece karena pada lensa ini mata kita diletakkan untuk “mengintip” teleskop).
            Semakin kecil jarak fokus lensa okuler terhadap jarak fokus lensa objektif semakin besar perbesaran yang dihasilkan teleskop, tetapi hal ini akan menurunkan ketajaman keseluruhan dari sebuah citra karena ketajaman hanya bergantung pada diameter lensa objektif dan perbesaran lebih lanjut oleh lensa okuler akan menurunkan ketajaman keseluruhan (Misalnya kita memiliki dua foto, ukuran 3R dan 24R. Kedua foto diperbesar dengan dua kaca pembesar berbeda, misalnya perbesaran 4 kali dan 20 kali. Foto ukuran 3R diperbesar 4 kali cukup tajam tetapi bila diperbesar 20 kali jadi buram, sementara ukuran 24R masih tetap tajam bila diperbesar 20 kali. Ini karena foto ukuran 24R lebih tajam daripada ukuran 3R sehingga masih tetap tajam bila diperbesar 20 kali. Teleskop dengan diameter lensa objektif yang besar akan menghasilkan citra yang tajam sehingga dapat digunakan eyepiece dengan perbesaran yang tinggi tanpa mengurangi ketajaman).
            Prinsip ini sederhana dan refraktor dapat menghasilkan citra-citra dengan ketajaman tinggi sehingga sangat cocok untuk menentukan posisi objek astronomi (astrometri) dengan ketelitian tinggi atau untuk program pengamatan lainnya yang membutuhkan ketajaman tinggi, namun refraktor juga memiliki medan pandang yang sempit sehingga sulit untuk melakukan survey atau sensus bintang yang membutuhkan teleskop dengan medan yang luas.
            Teropong yang kita buat adalah dasar dari teropong bintang modern. Pembentukan bayangan teropong yang kita buat terlihat melalui dua lensa. Benda-benda yang diamati (misalnya bintang, bulan, dan sebagainya) letaknya sangat jauh sehingga sinar-sinar sejajar menuju lensa objektif. Dua kumpilan sinar-sinar sejajar menuju lensa objektif berasal dari bagian atas bintang dan bagian bawah bintang membentuk bayangan nyata dan terbalik atas bintang dan bawah bintang di bidang fokus lensa objektif. Selanjutnya bagian atas bintang dan bagian bawah bintang dilihat oleh lensa okuler sebagai benda.
            Pengamatan bintang-bintang di langit berlangsung berjam-jam. Agar mata tidak lelah, maka pengamatan dilakukan dengan mata tidak berakomodasi. Agar hal ini tercapai, bayangan lensa objektif harus diletakkan di titik fokus lensa okuler. Ini berarti titik fokus objektif berimpit dengan titik fokus lensa okuler. Dengan demikian, panjang teropong atau jarak antara kedua lensa adalah d

a3

            Tanpa teropong, mata akan melihat dengan ukuran angular α, dan dengan teropong, mata akan melihat dengan ukuran angular β, sehingga perbesaran angular teropong bintang adalah :

Mά = α/β

            Bayangan akhir yang dihasilkan oleh lensa okuler pada teropong bintang adalah terbalik terhadap arah benda semula. Karena benda-benda yang diamati adalah benda-benda langit (seperti bintang dan bulan), maka bayangan terbalik tidaklah menjadi masalah.
            Namun dari pembuatan teleskop bintang yang menggunakan dua lensa cembung yang disusun, memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utama refraktor adalah fakta bahwa sinar difokuskan dengan cara dilewatkan melalui medium, dalam hal ini lensa. Indeks bias yang mempengaruhi arah pembelokkan cahaya berbeda-beda untuk setiap warna, sehingga sebenarnya ada banyak titik api untuk berbagai warna (yang letaknya cukup berdekatan), dengan fokus untuk cahaya biru lebih dekat ke lensa daripada fokus cahaya merah. Ini adalah cacat lensa yang disebut aberasi kromatis atau aberasi warna. Pelewatan cahaya melewati medium juga berarti material lensa harus homogen atau serbasama di setiap bagian lensa, dan keserbasamaan (homogenitas) ini makin sulit dipertahankan bisa ukuran lensa semakin besar.
            Kelemahan kedua muncul dari pengandaian yang tidak sepenuhnya benar tentang jalannya sinar dari objek. Pada perhitungan fokus lensa kita hanya mengikutkan sinar-sinar yang berada di sekitar pusat lensa, tetapi sinar yang jatuh pada tepi lensa justru akan jatuh pada titik api yang berbeda, akibatnya citra yang berada pada tepi lensa tidak sepenuhnya tajam. Persoalan ini dinamakan aberasi sferis atau aberasi bola. Kedua persoalan ini dapat diatasi apabila kita menggunakan dua lensa yang disatukan sebagai lensa objektif, dan keduanya memiliki indeks bias dan bentuk permukaan lensa yang berbeda. Dengan demikian jalannya cahaya dapat dikoreksi, namun tetap saja solusi ini hanya terbatas pada panjang gelombang tertentu saja. Lensa-lensa terbesar mengalami kesulitan tambahan: karena mereka hanya bisa disangga pada tepiannya maka bagian tengah lensa cenderung berubah bentuk akibat tarikan gaya beratnya sendiri. Oleh karena itu lensa teleskop tidak dapat terlalu besar dan terlebih lagi biaya pembuatan refraktor sangat besar karena ada empat permukaan yang harus diasah: dua permukaan lensa objektif dan dua permukaan lensa okuler.
            Dengan demikian kita dapat melihat bahwa Teleskop Reflektor lebih banyak memberikan keuntungan daripada Teleskop Refraktor. Cacat pada cermin dapat diatasi dengan cara yang lebih mudah. Sebagai tambahan, Cermin dapat ditopang dari bawah sehingga bentuk permukaan cermin tidak banyak berubah. Dengan keuntungan ini maka diameter teleskop reflektor dapat dibuat sangat besar dan itulah sebabnya mengapa teleskop-teleskop dengan diameter terbesar di dunia merupakan teleskop reflektor. Keuntungan berikutnya adalah hanya satu permukaan cermin yang perlu diasah (dua bila kita menggunakan Cassegrain) dan bukan empat seperti pada refraktor, sehingga praktis biaya pembuatannya lebih murah. Namun ini bukan berarti reflektor lebih unggul. Keuntungan reflektor, yaitu tidak harus melewati medium untuk memfokuskan cahaya, justru juga menjadi kelemahan. Permukaan cermin reflektor harus benar-benar akurat menyerupai parabola (atau bola), dan sedikit perubahan suhu dapat mengubah bentuk permukaan cermin. Perubahan suhu sedikit saja dapat terjadi pengerutan atau pemuaian pada permukaan cermin dan ini berarti membutuhkan pengawasan secara periodik, lain halnya dengan lensa yang tidak terlalu sensitif terhadap perubahan suhu.
            Teleskop-teleskop terbesar di dunia, yang berdiameter di atas 1 m, adalah reflektor. Persoalan-persoalan optis dan mekanis yang timbul pada teleskop besar lebih mudah diselesaikan apabila berupa reflektor ketimbang refraktor. Berat kolektor (cermin atau lensa) meningkat seiring dengan meningkatnya diameter, dan kita mengetahui betapa sulitnya mempertahankan bentuk lensa. Dari sudut pandang optis, sulit pula membangun refraktor besar karena ketebalan lensa, dan juga besarnya serapan, semakin meningkat.
            Namun tentunya dari segi pembuatan, teleskop refraktor lebih mudah dibuat dengan bahan-bahan yang sederhana. Selain itu, tingkat kerumitannya juga cukup rendah dibandingkan teleskop reflektor yang harus menentukan sudut pantul cahaya melewati cermin datar

Thursday, 23 May 2013

PEMBIASAN CAHAYA PADA KACA PLAN PARALEL



A.      Judul Percobaan
Pembiasan cahaya pada kaca plan paralel

B.       Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini yaitu untuk menyelidiki dan menentukan nilai indek bias dari kaca palan paralel dan air.

C.      Teori Dasar
Perbedaan cepat rambat cahaya antar satu medium dengan medium lain menyebabkan peristiwa perubahan arah rambat (pembelokan) cahaya pada batas dua medium tersebut. Jika seberkas cahaya melalui bidang batas antara dua buah medium yang berbeda tingkat kerapatannya, cahaya akan mengalami perubahan arah ramabt atau dibelokkan. Peristiwa pembelokkan cahaya pada batas dua medium disebut pembiasan. Jadi, pembiasan cahaya adalah peristiwa pembelokan arah rambat cahaya setelah mengalami perubahan medium.

Wednesday, 22 May 2013

Pembiasan Pada Dua Bidang Batas (Prisma)

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Prisma adalah benda bening yang terbuat dari gelas yang dibatasi oleh dua bidang permukaan yang membentuk sudut tertentu. Bidang permukannya disebut pembias dan sudut yang dibentuk oleh kedua bidang pembias disebut pembias.
Jika sinar sijatuhkan pada bidang pembias pertama,maka sinar yang keluar dari bidang pembias kedua  membentuk sudut tertentu dengan sinar masuk.sudut yang dibentuk oleh sinar keluar prisma dengan sinar yang masuk keprisma disebut sudut deviasi(D). Selain itu terdapat indeksbias pada prismayaitu nilai perbandinganantara proyeksi sinar datang dan proyeksi sinar pada bidang pembias.

Dari uraian diatas kelompok kami melakukan percobaan “Pembiasan Prisma”. Kami melakukan percobaan tersebut ingin mengetahui berapa sudut deviasi dan indek bias yang dibentuk.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Berapa besar  sudut deviasi prisma?
2.      Berapa besar indek bias bahan prisma?
3.      Bandingkan hasil pengukuran sudut deviasi dengan perhitungan apabila pengukuran r ’ benar?
  1. TUJUAN
1.      Menentukan besar sudut diviasi prisma melalui pengamatan dan pengukuran.
2.      Menentukan indek bias bahan prisma.
3.       membandingkan besar sudut deviasi dari penngukuran dan perhitungan apabila r ‘ benar.

Tuesday, 21 May 2013

Kelainan Pada Mata

Refraksi Mata
Gelombang cahaya mengalami divergensi (memancar keluar). Berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan akurat mengenai sumber cahaya.
Refraksi atau bias adalah pembelokan berkas cahaya. Refraksi terjadi ketika berkas berpindah dari suatu medium yang mempunyai kepadatan berbeda. ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat. Beras cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai permukaan berbagai sudut kecuali sudut tegak lurus. Dua faktor yang berperan dalam derajat refraksi adalah :
1.      Densitas komparatif antara dua media
2.      Sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua
Mata terdiri dari empat permukaan indeks bias :
1.      Antara udara dan permukaan anterior mata. Indeks bias internal udara adalah 1 sedangkan kornea adalah 1,38
2.      Antara permukaan posterior dan kornea aqueos humor. Indeks bias internal aqueous humor 1,33.
3.      Antara aqueos humor dan permukaan anterior dari lensa mata. Indeks bias internal lensa kristal umumnya 1,40.
4.      Antara permukaan posterior lensa dan vitrous humor. Indeks bias internal vitreous humor adalah 1,34.

Kelainan Pada Mata
Miopi
Rabun jauh atau miopi merupakan cacat mata yang terjadi karena lensa mata tidak dapat menipis sebagaimana mestinya. Akibatnya, berkas cahaya dari objek di jauh tak berhingga terfokus dan membentuk bayangan di depan retina (jadi benda tidak terlihat jelas). Jadi titik jauh mata tidak berada di jauh tak berhingga, tetapi pada jarak tertentu dari mata. Dengan demikian, penderita rabun jauh tidak dapat melihat objek yang sangat jauh (tak berhingga).

Kelainan refraksi pada mata myopia
Penyebab Miopi
Penyebab miopia dapat bersifat keturunan (herediter), ketegangan visual atau faktor lingkungan. Faktor lingkungan juga dapat memengaruhi misalnya pada rabun malam yang disebabkan oleh kesulitan mata untuk memfokuskan cahaya dan membesarnya pupil, keduanya karena kurangnya cahaya, menyebabkan cahaya yang masuk kedalam mata tidak difokuskan dengan baik. Dapat juga terjadi keadaan pseudo-miopi atau miopi palsu disebabkan ketegangan mata karena melakukan kerja jarak dekat dalam waktu yang lama. Penglihatan mata akan pulih setelah mata diistirahatkan.
Myopia atau rabun jauh terbagi menjadi 3 fase, yakni :
a.    Myopia Rendah dengan dioptre mendekati 0 – -3.00
b.    Myopia Sedang dengan dioptre -3.00 – -6.00
c.    Myopia Tinggi dengan Dioptre -6 hingga ke bawah (-10)
Kacamata Berlensa Cekung untuk miopi
Lensa kacamata yang digunakan penderita miopi harus membentuk bayangan benda-benda jauh (S ~ ) tepat di titik jauh mata atau S’ = –PR.


sehingga diperoleh jarak fokus lensa kacamata untuk mata miopi memenuhi persamaan


menunjukkan bahwa jarak fokus lensa kacamata adalah negatif dari titik jauh mata miopi.
Sehingga diperoleh persamaan:


Penderita miopi dapat ditolong dengan kaca mata berlensa negatif (cekung), yang bersifat menyebarkan berkas cahaya. Lensa ini berfungsi membentuk bayangan maya di titik jauh mata dari benda yang berada di jauh tak berhingga. Dengandemikian, benda yang berada di jauh tak berhingga akan membentuk bayangantepat di retina, sehingga terlihat jelas.

Hipermetropi

Rabun dekat atau hipermetropi merupakan cacat mata yang terjadi karena lensa mata tidak dapat mencembung atau tidak dapat berakomodasi sebagaimana mestinya. Akibatnya, berkas cahaya dari objek di jauh tak berhingga terfokus dan membentuk bayangan di belakang retina (jadi benda tidak terlihat jelas).

Penderita kelainan mata ini tidak dapat membaca pada jarak yang normal (30 cm) dan harus menjauhkan bahan bacaannya untuk dapat membaca secara jelas.


Kacamata Berlensa Cembung untuk Hipermetropi
Lensa kacamata yang harus digunakan oleh penderita rabun dekat haruslah lensa yang dapat membentukbayangan benda-benda dekat tepat di titik dekat matanya. Benda-benda dekatyang dimaksud yang memiliki jarak 25 cm di depan mata. Oleh karena itu,lensa kacamata harus membentuk bayangan benda pada jarak S = 25 cm tepatdi titik dekat (PP, punctum proximum) atau S' = –PP. Kembali tanda negatif diberikan pada S' karena bayangannya bersifat maya atau di depan lensa.
Karena PP > 0,25 m, kekuatan lensa P akan selalu positif. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang bermata hipermetropi perlu ditolong oleh kacamata berlensa positif (cembung atau konvergen).Lensa ini berfungsi membentuk bayangan maya di titik dekat mata dari objek yang berada pada jarak baca normal.


Presbiopi (Mata Tua)

Mata tua atau presbiopi banyak dialami oleh orang-orang lanjut usia. Cacat mata ini disebabkan oleh berkurangnya daya akomodasi mata (otot mata sudah lemah). Titik dekat mata tua lebih besar dari jarak baca normal (25-30 cm) dan titik jauhnya pada jarak tertentu.Akibatnya, baik titik dekat maupun titik jauh mata letaknya bergeser, yaitu titik dekat bergeser menjauhi mata, sedangkan titik jauh bergeser mendekati mata. Dengan demikian, penderita presbiopi tidak dapat melihat secara jelas, baik objek yang berada pada jarak baca normal maupun yang berada di tempat sangat jauh. Untuk menolong penderita ini, digunakan kacamata berlensa rangkap (bifokal), yaitu lensa untuk melihat jauh dan lensa untuk membaca.
Astigmatisma
Astigmatisme atau mata silindris merupakan kelainan pada mata yang disebabkan oleh karena lengkung kornea mata yang tidak merata. Astigmatis menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan melihat sesuatu secara jelas atau menjadi kabur, terutama untuk obyek-obyek yang berukuran kecil. Biasanya penderita astigmatisme juga menderita miopia (rabun jauh).
Cacat mata ini disebabkan oleh bentuk permukaan kornea mata yang tidak sferis, artinya kelengkungan pada satu bidang tidak sama tajamnya dengan kelengkungan pada bidang yang lain. Akibatnya, suatu bingkai horisontal dan bingkai vertikal tidak dapat difokuskan dengan baik secara bersamaan. Untuk menolong penderita ini, digunakan kacamata berlensa silindris.


Buta Warna
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut dalam retina mata yang mengalami kelemahan atau kerusakan permanen dan tidak mampu merespon warna dengan semestinya. Buta warna merupakan kelainan genetik atau bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kebutaan warna juga dapat disebabkan seseorang mengkonsumsi obat dalam periode waktu tertentu karena penyakit yang dideritanya.

Menurut Ganong (2003) Buta warna merupakan penyakit keturunan yang terekspresi pada para pria, tetapi tidak pada wanita. Wanita secara genitis sebagai carrier.Buta warna permanen biasanya terjadi karena faktor keturunan. Sedangkan orang yang tidak mengalami buta warna dapat mengalami buta warna apabila terjadi faktor-faktor tertentu seperti kecelakaan.

Klasifikasi Buta Warna

Buta warna sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu trikromasi, dikromasi, dan monokromasi.
1)   Trikomasi : Buta warna jenis trikomasi adalah perubahan sensitifitas warna dari satu jenis atau lebih sel kerucut. Dikromasi
2)   Dikromasi merupakan tidak adanya satu dari 3 jenis sel kerucut, tediri dari: Protanopia, Deuteranopia, Tritanopia
3)   Momokromasi: Sedangkan monokromasi ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam pada jenis tipikal dan sedikit warna pada jenis atipikal.
Tes Buta Warna
Tes buta warna adalah suatu tes yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna atau tidak. Hasil dari tes buta warna ada 3 macam yaitu buta warna total, buta warna sebagian (parsial) dan normal. Salah satu metode tes buta warna yaitu metode Ishihara. Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan gambar-gambar berisikan berbagai warna. Diantara warna-warna itu terbentuk angka-angka.

Menurut Guyton (1997) Metode ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik, seperti gambar di bawah ini. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.

Pada gambar di bawah ini orang normal akan melihat angka “74”, sedangkan penderita buta warna merah-hijau akan melihat angka “21”.

Tes buta warna Ishihara terdiri darilembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism).

Katarak
Katarak merupakan kekeruhan dari lensa mata. Sinar cahaya yang masuk ke mata terhambat atau tersebar, yang menyebabkan masalah seperti penglihatan kabur dan silau. Katarak juga bisa disebabkan oleh penyakit lain seperti diabetes, sebagai efek samping dari beberapa obat, dan dari luka pada mata. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan katarak. Namun, operasi katarak telah menjadi sangat sukses dan merupakan salah satu operasi mata yang paling umum dilakukan di seluruh dunia.








 





(a)    (b)
Keterangan:
(a)      Mata normal.
(b)     Katarak menghambat cahaya yang masuk ke mata, sehingga menyebabkan penglihatan kabur.
Beberapa gejala umum Katarak antara lain:
1.    Pandangan kabur yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata atau ukuran kacamata yang sering berubah.
2.    Warna-warna tampak kusam.
3.    Susah melihat di tempat yang terang akibat silau.
4.    Kesulitan saat membaca atau mengemudi di malam hari.
Mata Juling (Strabismus)
Strabismus atau mata juling adalah suatu kondisi dimana kedua mata tampak tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda. Dalam keadaan normal, kedua mata kita bekerja sama dalam memandang suatu obyek. Otak akan memadukan kedua gambar yang dilihat oleh kedua mata tersebut menjadi satu gambaran tiga dimensi yang memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth perception).

Ada beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung dengan meminta pasien memandang lurus ke depan. Ketika satu mata memandang lurus ke depan maka mata sebelahnya dapat saja memandang ke dalam (esotropia), ke luar (exotropia), ke bawah (hipotropia) atau ke atas (hipertropia).

Strabismus dapat disebabkan oleh ketidak-seimbangan tarikan otot yang mengendalikan pergerakan mata, kelumpuhan otot, gangguan persyarafan atau kelainan refraksi yang tidak dikoreksi. Sebuah tanda nyata adanya strabismus adalah sebelah mata tidak lurus atau tidak terlihat memandang ke arah yang sama seperti mata sebelahnya.

Penanganan strabismus dimaksudkan untuk melindungi fungsi penglihatan dan meluruskan mata. Jika strabismus disebabkan oleh kelainan refraksi, menggunakan kaca mata untuk menormalkan penglihatan dapat memperbaiki posisi mata.

PERALATAN PADA PEMERIKSAAN MATA
Retinoskop
Alat ini dipakai untuk menentukan reset lensa demi koreksi mata penderita tanpa aktivitas penderita, meskipun demikian mata penderita perlu terbuka dan dalam posisi nyaman bagi si pemeriksa. Cahaya lampu diproyeksi ke dalam mata penderita dimana mata penderita tanpa akomodasi. Cahaya tersebut kemudian dipantulkan dari retina dan berfungsi sebagai sumber cahaya bagi sipemeriksa.
Fungsi retina dianggap normal, apabila suatu objek (cahaya) berada di titik jauh mata akan difokuskan pada retina. Cahaya yang dipantulkan retina akan menghasilkan bayanagan focus pada titik jauh pula. Oleh karena itu pada waktu pemeriksa mengamati mata penderita melalui retionoskop ,lensa posistif atau negatif diletakkan di depan mata penderita sesuai dengan keperluan agar bayangan (cahaya) yang dibentuk oleh retina penderita difokuskan pada mata pemeriksa. Lensa posistif atau negatif yang dipakai itu perlu ditambah atau dikurangi agar pengfokusan bayangan dari retina penderita terhadap pemeriksa tepat adanya. Suatu contoh, jarak pemeriksa 67 cm lensa yang diperlukan 1, 5 D.
Opthalmoskop
Alat ini mula-mula dipakai oleh Helmholtz (1851). Prinsip pemeriksaan dengan opthalmoskop untuk mengetahui keadaan fundus okuli ( = retina mata dan pembuluh darah khoroidea keseluruhannya).
Ada dua prinsip kerja opthalmoskop yaitu :
1.    Pencerminan mata secara langsung
Fundus okuli penderita disinari dengan lampu, apabila mata penderita emetropia dan tidak melakukan akomodasi maka sebagian cahaya akan dipantulkan dan keluar dari lensa mata penderita dalam keadaan sejajar dan terkumpul menjadi gambar tajam pada selaput jaringan mata pemeriksa (dokter) yang juga tidak terakomodasi. Pada jaringan mata dokter terbentuk gambar terbalik dan sama besar dengan fundus penderita.
2.    Pencerminan mata secara tak langsung
Cahaya melalui lensa condenser diproyeksi ke dalam mata penderita dengan bantuan cermin datar kemudian melalui retina mata penderita dipantulkan keluar dan difokuskan pada mata sipemeriksa (dokter). Dengan mempergunakan opthalmoskop dapat mengamati permasalahan mata yang berkaitan dengan tumor otak.
Keratonometer
Alat ini untuk mengukur kelengkungan kornea. Pengukuran ini diperuntukkan pemakaian lensa kontak; lensa kontak ini dipakai langsung yaitu dengan cara menempel pada kornea yang mengalami gangguan kelengkungan. Ada dua lensa kontak yaitu :
1.    Hard contact lens
Dibuat dari plastic yang keras, tebal 1 mm dengan diameter 1 cm. sangat efektif bila dilepaskan dan mudah terlepas oleh air mata tetapi dapat mengoreksi astigmatisma.
2.    Soft contact lens
Adalah kebalikan dari hard contact lens. Sangat nyaman tetapi tidak dapat mengoreksi astigmatisma.
Prinsip  kerja keratometer :
Benda dengan ukuran tertentu diletakkan didepan cermin cembung dengan jarak diketahui akan membentuk bayangan di belakang cermin cembung berjarak ½ r. dengan demikian dapat ditentukan permukaan cermin cembung
Berlandaskan kerja cermin cembung maka dibuat keratometer. Pada keratometer, kornea bertindak sebagai cermin cembung, sumber cahaya sebagai objek. Pemeriksa mengatur focus agar memperoleh jarak dari kornea
Tonometer
Alat ini digunakan untuk mengukur tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler normal adalah 20 – 80 mmHg. Pada tahun 1900, Schiotz (Jerman) memperkenalkan alat untuk mengukur tekanan intraocular yang dikenal dengan nama Tono meter dari Schiotz.Tehnik dasar : Penderita ditelentangkan dengan mata menatap ke atas, kemudian kornea mata dibius. Tengah-tengah alat ( Plug) diletakkan di atas kornea menyebabkan suatu tekanan ringan terhadap kornea. Plug dari tonometer berhubungan dengan skala sehingga dapat terbaca nilai skala tersebut. Tonometer dilengkapi dengan alat pemberat 5.5 g ,7.5 g, 10.0 g dan 15.0 gram. Apabila pada pengukur tekanan intraocular dimana menggunakan alat pemberat 5,5 g maka berat total tonometer:
16,5 gram ini menunjukkan tekanan intraokuler sebesar 17 mm Hg. Pemeriksaan tekanan di dalam bola mata (intraokuli) untuk mengetahui apakah penderita menderita glaucoma atau tidak. Pada penderita glaucoma tekanan intraokuli mencapai 80 mmHg. Dalam keadaan normal tekanan intraokuli berkisar antara 20 – 25 mmHg dengan rata-rata produksi dan pengeluaran cairan humor aqueous 5 ml/hari.
Tahun 1950 Tonometer Schiotz dimodifikasi dengan kemudahan dalam pembacaan secara elektronik dan dapat direkam di sebut tonograf. Goldmann (1955) mengembangkan tonometer yang disebut tonometer Goldmann Aplanation. Pengukuran dengan memakai alat ini penderita dalam posisi duduk.
Pupilometer dari Eindoven
Diameter pupil dapat diukur dengan menggunakan pupilometer dari eindhoven. Yaitu lempengan kertas terdiri dari sejumlah lubang kecil dengan jarak tertentu. Apabila melihat melalui lubang-lubang ini dengan latar belakang dan tanpa akomodasi maka diperoleh perjalanan sinar sebagai berikut :
Lingkaran yang terproyeksi pada jaringan retina saling menyentuh berarti garis 1 dan 2 adalah sejajar. Garis 1 dan 2 inilah garis terluar yang masih dapat masuk melalui pupil, sehingga deperoleh jarak d, jarak ini adalah diameter pupil. Pada penentuan besar pupil, jarak antara lubang dan mata tidak menjadi masalah.
Lensometer
Suatu alat yang dipakai untuk mengukur kekuatan lensa baik dipakai si penderita atau sekedar untuk mengetahui dioptri lensa tersebut.
Prinsip dasar:
Menentukan focus lensa positif sangat mudah , dapat dengan cara :
·      Memfokuskan bayangan dari suatu objek tak terhingga misalnya (matahari)
·      Memfokuskan bayangan dari suatu objek yang telah diketahui jaraknya
LASIK
Metode LASIK dewasa ini menggunakan dua prosedur utama, yaitu pertama pembuatan lipatan di jaringan kornea kemudian membentuk stroma kornea dengan excimer laser.
Ada beberapa komplikasi yang terjadi selama operasi LASIK berlangsung. Efek samping yang mungkin ditimbulkan setelah operasi ini  adalah :
-       Mempunyai penglihatan ganda, kadang-kadang penglihatan ganda disebabkan oleh pembengkakan setelah operasi dan dapat sembuh sendiri. Namun ada juga yang memerlukan  operasi tambahan untuk memperbaikinya.
-       Keratectasia, pandangan yang menyimpang dan dapat menjadi permanen.
-       Mata Kering, bisa menyebabkan peradanagn dan infeksi namun dapat diatasi dengan air mata buatan.
-       Infeksi, risiko ini lebih rendah.
-       Masalah pandangan pada malam hari
-       Koreksi atas atau bawah, dapat menyebabkan penglihatan kabur atau gangguan visual kecil lainnya. Seringkali pasien menggunakan lensa kontak atau kacamata untuk menyelesaikan masalah ini.