Teleskop menggunakan lensa untuk memfokuskan
cahaya. Prinsipnya adalah pembiasan. Cahaya yang
melewati sebuah medium yang memiliki indeks bias berbeda dengan udara akan
dibelokkan (tuangkan air ke dalam mangkuk tembus pandang dan sinari air dengan
lampu senter yang diarahkan miring terhadap permukaan air, Anda akan melihat
sinar lampu senter tidak membentuk garis lurus, tapi membelok saat melewati
air) atau dalam istilah fisika: dibiaskan. Pembiasan adalah terjemahan bahasa Inggris
untuk refraction. Dengan demikian refraktor dapat diartikan sebagai
pembias.
Lensa bekerja dengan cara demikian, dan apabila bentuk
permukaan medium yang dilewati cahaya tersebut melengkung sedemikian rupa, maka
cahaya sejajar pada berbagai orientasi terhadap lensa dapat difokuskan menuju
titik api. Lensa yang melengkung keluar seperti ini kita sebut
lensa cembung atau lensa konveks. Sinar yang datang dari bintang atau
objek-objek astronomi lainnya (karena benda-benda tersebut letaknya sangat jauh
maka sinar yang mereka pancarkan dapat kita anggap sejajar) difokuskan oleh
lensa yang disebut lensa objektif dan tiba pada titik api. Selanjutnya cahaya
yang sudah difokuskan ini diperbesar oleh lensa cembung kedua yang disebut
lensa okuler (inilah yang disebut eyepiece karena pada lensa ini mata
kita diletakkan untuk “mengintip” teleskop).
Semakin kecil jarak fokus lensa
okuler terhadap jarak fokus lensa objektif semakin besar perbesaran yang
dihasilkan teleskop, tetapi hal ini akan menurunkan ketajaman keseluruhan dari
sebuah citra karena ketajaman hanya bergantung pada diameter lensa objektif dan
perbesaran lebih lanjut oleh lensa okuler akan menurunkan ketajaman keseluruhan
(Misalnya kita memiliki dua foto, ukuran 3R dan 24R. Kedua foto diperbesar
dengan dua kaca pembesar berbeda, misalnya perbesaran 4 kali dan 20 kali. Foto
ukuran 3R diperbesar 4 kali cukup tajam tetapi bila diperbesar 20 kali jadi
buram, sementara ukuran 24R masih tetap tajam bila diperbesar 20 kali. Ini
karena foto ukuran 24R lebih tajam daripada ukuran 3R sehingga masih tetap
tajam bila diperbesar 20 kali. Teleskop dengan diameter lensa objektif yang
besar akan menghasilkan citra yang tajam sehingga dapat digunakan eyepiece
dengan perbesaran yang tinggi tanpa mengurangi ketajaman).
Prinsip ini sederhana dan refraktor
dapat menghasilkan citra-citra dengan ketajaman tinggi sehingga sangat cocok
untuk menentukan posisi objek astronomi (astrometri) dengan ketelitian tinggi
atau untuk program pengamatan lainnya yang membutuhkan ketajaman tinggi, namun
refraktor juga memiliki medan pandang yang sempit sehingga sulit untuk
melakukan survey atau sensus bintang yang membutuhkan teleskop dengan medan
yang luas.
Teropong yang kita buat adalah dasar
dari teropong bintang modern. Pembentukan bayangan teropong yang kita buat
terlihat melalui dua lensa. Benda-benda yang diamati (misalnya bintang, bulan,
dan sebagainya) letaknya sangat jauh sehingga sinar-sinar sejajar menuju lensa
objektif. Dua kumpilan sinar-sinar sejajar menuju lensa objektif berasal dari
bagian atas bintang dan bagian bawah bintang membentuk bayangan nyata dan
terbalik atas bintang dan bawah bintang di bidang fokus lensa objektif.
Selanjutnya bagian atas bintang dan bagian bawah bintang dilihat oleh lensa
okuler sebagai benda.
Pengamatan bintang-bintang di langit
berlangsung berjam-jam. Agar mata tidak lelah, maka pengamatan dilakukan dengan
mata tidak berakomodasi. Agar hal ini tercapai, bayangan lensa objektif harus
diletakkan di titik fokus lensa okuler. Ini berarti titik fokus objektif berimpit
dengan titik fokus lensa okuler. Dengan demikian, panjang teropong atau jarak
antara kedua lensa adalah d
Tanpa teropong, mata akan
melihat dengan ukuran angular α, dan dengan teropong, mata akan melihat dengan
ukuran angular β, sehingga perbesaran angular teropong bintang adalah :
Mά = α/β
Bayangan
akhir yang dihasilkan oleh lensa okuler pada teropong bintang adalah terbalik
terhadap arah benda semula. Karena benda-benda yang diamati adalah benda-benda
langit (seperti bintang dan bulan), maka bayangan terbalik tidaklah menjadi
masalah.
Namun
dari pembuatan teleskop bintang yang menggunakan dua lensa cembung yang
disusun, memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utama
refraktor adalah fakta bahwa sinar difokuskan dengan cara dilewatkan melalui
medium, dalam hal ini lensa. Indeks bias yang mempengaruhi arah pembelokkan
cahaya berbeda-beda untuk setiap warna, sehingga sebenarnya ada banyak titik api
untuk berbagai warna (yang letaknya cukup berdekatan), dengan fokus untuk
cahaya biru lebih dekat ke lensa daripada fokus cahaya merah. Ini adalah cacat
lensa yang disebut aberasi kromatis atau aberasi warna. Pelewatan cahaya
melewati medium juga berarti material lensa harus homogen atau serbasama di
setiap bagian lensa, dan keserbasamaan (homogenitas) ini makin sulit
dipertahankan bisa ukuran lensa semakin besar.
Kelemahan kedua muncul dari pengandaian yang tidak
sepenuhnya benar tentang jalannya sinar dari objek. Pada perhitungan fokus
lensa kita hanya mengikutkan sinar-sinar yang berada di sekitar pusat lensa,
tetapi sinar yang jatuh pada tepi lensa justru akan jatuh pada titik api yang
berbeda, akibatnya citra yang berada pada tepi lensa tidak sepenuhnya tajam.
Persoalan ini dinamakan aberasi sferis atau aberasi bola. Kedua persoalan ini
dapat diatasi apabila kita menggunakan dua lensa yang disatukan sebagai lensa
objektif, dan keduanya memiliki indeks bias dan bentuk permukaan lensa yang
berbeda. Dengan demikian jalannya cahaya dapat dikoreksi, namun tetap saja
solusi ini hanya terbatas pada panjang gelombang tertentu saja. Lensa-lensa
terbesar mengalami kesulitan tambahan: karena mereka hanya bisa disangga pada
tepiannya maka bagian tengah lensa cenderung berubah bentuk akibat tarikan gaya
beratnya sendiri. Oleh karena itu lensa teleskop tidak dapat terlalu besar dan
terlebih lagi biaya pembuatan refraktor sangat besar karena ada empat permukaan
yang harus diasah: dua permukaan lensa objektif dan dua permukaan lensa okuler.
Dengan demikian kita dapat melihat bahwa Teleskop
Reflektor lebih banyak memberikan keuntungan daripada Teleskop Refraktor. Cacat
pada cermin dapat diatasi dengan cara yang lebih mudah. Sebagai tambahan,
Cermin dapat ditopang dari bawah sehingga bentuk permukaan cermin tidak banyak
berubah. Dengan keuntungan ini maka diameter teleskop reflektor dapat dibuat
sangat besar dan itulah sebabnya mengapa teleskop-teleskop dengan diameter
terbesar di dunia merupakan teleskop reflektor. Keuntungan berikutnya adalah
hanya satu permukaan cermin yang perlu diasah (dua bila kita menggunakan
Cassegrain) dan bukan empat seperti pada refraktor, sehingga praktis biaya
pembuatannya lebih murah. Namun ini bukan berarti reflektor lebih unggul.
Keuntungan reflektor, yaitu tidak harus melewati medium untuk memfokuskan
cahaya, justru juga menjadi kelemahan. Permukaan cermin reflektor harus
benar-benar akurat menyerupai parabola (atau bola), dan sedikit perubahan suhu
dapat mengubah bentuk permukaan cermin. Perubahan suhu sedikit saja dapat
terjadi pengerutan atau pemuaian pada permukaan cermin dan ini berarti
membutuhkan pengawasan secara periodik, lain halnya dengan lensa yang tidak
terlalu sensitif terhadap perubahan suhu.
Teleskop-teleskop terbesar di dunia, yang berdiameter di
atas 1 m, adalah reflektor. Persoalan-persoalan optis dan
mekanis yang timbul pada teleskop besar lebih mudah diselesaikan apabila berupa
reflektor ketimbang refraktor. Berat kolektor (cermin atau lensa) meningkat
seiring dengan meningkatnya diameter, dan kita mengetahui betapa sulitnya
mempertahankan bentuk lensa. Dari sudut pandang optis, sulit pula membangun
refraktor besar karena ketebalan lensa, dan juga besarnya serapan, semakin
meningkat.
Namun tentunya dari segi pembuatan,
teleskop refraktor lebih mudah dibuat dengan bahan-bahan yang sederhana. Selain
itu, tingkat kerumitannya juga cukup rendah dibandingkan teleskop reflektor
yang harus menentukan sudut pantul cahaya melewati cermin datar
0 comments:
Post a Comment